Senin, 16 Mei 2011

Komunitas Djadoel



Barang jadulpun ada pecintanya

‘Komunitas Djadoel’ tidak hanya kumpulan orang-orang pecinta barang jadul. Walau kerap kali dianggap kurang kerjaan, ada tujuan mulia tersimpan didalamnya.


‘Jaman dulu’ atau ‘jadul’, kerap kali kata itu muncul ketika kita melihat suatu hal ataupun benda yang hadir dari zaman kakek nenek kita. Modelnya yang ‘ vintage abis’ benar-benar memberikan kesan yang berbeda. Barang-barang tersebut tentu saja tidak semodern sekarang ini, tapi pada zamannya benda-benda ‘jadul’ tersebut pernah mengisi keseharian masyarakat Indonesia.




















Ferry Van Afoey, ketua Komunitas Djadoel Indonesia, mengutarakan bahwa barang-barang jadul yang dipamerkan adalah barang-barang keseharian yang pada zaman dahulu digunakan masyarakat Indonesia.

Ketika ditanya perihal alasannya menyukai barang-barang jadul, lantas Ferry menjelaskan ‘Barang jadul itu, selain punya nilai histori tersendiri, juga sebenarnya mencegah barang-barang jadul tersebut berakhir menjadi onggokan sampah’.

Kesamaan hobbi beberapa teman-temannya dalam menyukai barang-barang jadul lantas menjadi alasan Ferry mendirikan komunitas djadoel ini. Tak lain dan tak bukan, selain menjaga kelestarian barang-barang jadul, juga mempersatukan seluruh pemilik, kolektor atau penjual barang-barang jadul. Dengan begitu maka akan mengembangkan nilai kekeluargaan dan gotong royong.




















Komunitas yang berdiri dua tahun silam, tepatnya 3 Mei 2009, pada tanggal 7-8 Mei kemarin ‘Komunitas Djadoel’ merayakan ulang tahunnya yang kedua dengan mengadakan pameran di 'Roemah 7A' Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

‘Dengan pameran seperti ini, tujuannya kan akan semakin mempererat silaturahmi antar pecinta barang-barang jadul. Selain itu barang-barang jadul yang dipamerkan ini juga bisa menghasilkan uang’, ungkap Ferry.
Barang-barang jadul yang dipamerkan adalah hasil hunting dan milik pribadi para kolektor, bahkan ada juga yang merupakan pemberian. Ferry sendiripun mengaku memiliki koleksi jam weker dengan jumlah hampir 1000 jam.




















‘Radio, tv, kaset, jam, buku, mainan, bahkan sampai peralatan dapur tempo dulu dipamerkan di sini. Semua itu barang-barang jadul yang diproduksi sekitar 30 tahun yang lalu’, tambah Ferry. Hal lain yang disayangkan Ferry adalah saat Negara lain memiliki museum mainan 'terlengkap' di Singapura, di mana koleksi yang disimpan di museum itu adalah mainan-mainan jadul yang 90 persennya berasal dan ada di Indonesia. ‘Sedangkan di Negara kita mungkin mainan-mainan jadul itu sudah berakhir di tempat sampah.

Seperti sepeda anak model dulu, mungkin sudah di ‘kilokan’ sama tukang loak’, makanya dengan cara melaksanakan pameran dan mendirikan komunitas seperti ini diharapkan kita orang Indonesia melestarikan barang-barang atau mainan-mainan jadul yang masih ada,' ujarnya prihatin.




















Pada zaman modern yang apa-apa serba cepat, mungkin kejenuhan dan ketegangan yang ditimbulkan, membawa manusia kembali pada hal yang membuatnya merasa hidup lebih santai. Tren bersepeda yang kini sedang marak, mungkin dipilih karena salah satu alasan tersebut.

Seperti yang diakui salah satu pengunjung pameran, ‘Hobbi mengoleksi dan mengunjungi pameran barang-barang jadul, rasanya seperti memberhentikan waktu yang berjalan sangat cepat. Di sini hidup bisa terasa lebih santai, bertemu teman-teman yang memiliki hobbi yang sama’.




















Selama 2 tahun terakhir ini, ‘komunitas djadoel’ beranggotakan 18 orang anggota inti dan 1748 orang anggota sahabat ‘komunitas djadoel’. Ferry yang juga seorang designer interior menjelaskan, 'Barang-barang jadul ini juga masih layak dipadankan pada ruang bertema klasik, kontemporer ataupun etnik. Tapi lepas dari tema modern. Bahkan barang-barang ini kerap kali digunakan atau disewakan untuk pemotretan prawedding yang temanya klasik'.

original text by eza hafiza awaliyah
original potraits by diko marta diputera

Tidak ada komentar: